Bagi sebagian orang, rasa lapar yang datang bisa mereka hilangkan dengan membeli makanan. Namun bagi nenek Endang, hal tersebut sulit untuk ia lakukan. Endang merupakan seorang nenek paruh baya yang bekerja sebagai pemulung.
Nenek Endang biasanya berada di kawasan pintu air, daerah Jagir, Wonokromo, Surabaya dan tinggal di sekitaran daerah itu. Pekerjaan sebagai pemulung mulai ia tekuni sejak ditinggal oleh suaminya, dan memilih untuk hidup sendiri.
Kisah nenek Endang ini sudah diketahui oleh banyak orang, yang biasa melihat dia menyusuri jalan tersebut. Di usia yang sudah senja, ia masih semangat dalam memenuhi kebutuhannya dan tidak ingin merepotkan keluarganya sendiri.
Bekerja Sebagai Pemulung dari Subuh
Pekerjaan sehari-hari nenek Endang adalah seorang pemulung, ia bekerja mulai dari subuh untuk mencari barang-barang yang tidak terpakai untuk memenuhi kebutuhannya setiap hari. Masyarakat yang biasa melihat nenek ini juga berkata bahwa dia sering melewati daerah Jagir, Surabaya.
Dia mulai bekerja sebagai pemulung sejak suaminya meninggal dunia, keinginan kuat nenek Endang agar tidak merepotkan anak dan keluarganya membuat ia bekerja sebagai pemulung sejak menjelang subuh.
Meskipun keterbatasan yang ia miliki, tapi semangatnya tidak luntur meski harus dihadapkan pada kehidupan dengan ekonomi yang sulit. Ia tetap bersyukur dengan hal yang dia miliki dan tidak mengeluh, bahkan merepotkan anaknya sendiri.
Enggan untuk Merepotkan Anak-Anaknya
Nenek Endang memiliki 3 orang anak, yang katanya salah satu dari anaknya bertempat tinggal di daerah Jagir, Surabaya ini. Keinginan anaknya untuk mengajak ibunya untuk tinggal di tempat tinggalnya enggan diterima oleh nenek Endang.
Nenek Endang merasa bahwa ia masih bisa hidup sendiri, dengan kerja kerasnya sendiri tanpa perlu merepotkan orang lain. Meskipun begitu, seorang anak sudah seharusnya memberikan kehidupan yang lebih layak kepada orang tuanya apalagi disaat usianya sudah paruh baya.
Senantiasa Taat Beribadah dan Tidak Pernah Meninggalkan Kewajiban
Ekonomi yang sulit, tidak menghalangi nenek Endang untuk meninggalkan kewajibannya dalam beribadah. Ia tetap taat untuk beribadah 5 waktu, meski harus bekerja sedari subuh untuk memenuhi kebutuhannya.
Ia terbiasa untuk salat dipinggir jalan di daerah Jagir, Surabaya, padahal tersedia mushola dan masjid di daerah tersebut. Dia membawa alat salatnya sendiri, dan salat dipinggiran jalan ini bahkan sebelum pandemi covid-19 ini berlangsung.
Untuk menggabungkan salat subuh yang ditinggalkannya, ia menggantinya dengan menggabung salat subuh dan zuhur. Hal ini dikarenakan pada saat subuh pakaiannya kotor karena harus bekerja sehingga ia menggabungkannya dengan salat zuhur.
Bacaan doa yang ia baca juga tidak berubah, dia tetap membaca doa qunut yang biasanya dibaca saat salat subuh. Ketaatan ia dalam beribadah patut ditiru, meskipun kesulitan yang ia jalani nenek Endang tetap bertahan dan taat kepada sang pencipta.
Tinggal di Sebuah Becak
Sebelumnya nenek Endang adalah orang asli Madura, Jawa Timur, namun tidak diketahui mengapa ia pindah ke kota Surabaya. Dia tinggal di sebuah becak miliknya, padahal anaknya sudah meminta dia untuk tinggal di rumahnya.
Pilihan nenek Endang ini dihargai oleh si anak, dia lebih memilih hidup sendiri tanpa membebani orang lain. Kehidupan mandirinya itu dimulai semenjak sang suami tercinta meninggal dunia, namun kehidupan yang kurang layak ini sebaiknya diganti dengan kehidupan yang lebih layak.
Kesehatan serta keamanan nenek Endang juga perlu dijaga, karena dengan dia bertempat tinggal di sebuah becak, cuaca yang ekstrim bisa menyerang kesehatannya. Serta orang-orang yang memiliki pikiran jahat juga bisa melukainya.
Ditinggal Sang Suami dan Hidup Mandiri
Nenek Endang dulunya memiliki suami yang bekerja sebagai calo penumpang angkutan umum, namun setelah sang suami meninggal dia memilih untuk hidup sebagai pemulung dan hidup sendiri.
Anak-anak yang dimilikinya juga belum diketahui keberadaannya, walaupun begitu dia tetap sabar dan ikhlas menjalani hidup dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Semoga dengan berita ini, pihak keluarga ataupun pemerintah bisa memberikan bantuan lebih kepada nenek Endang.
Dengan keadaan yang harus dihadapi oleh nenek Endang ini, semoga bisa dilihat oleh pemerintah setempat agar dia bisa mendapat kehidupan yang lebih layak dari sebelumnya. Karena dengan kondisi ia yang sudah menua, tentu energi dan kekuatan yang dimilikinya sudah berkurang.