Telor Campur Cabe di Gelas Plastik. Tambah Margarin Ternyata Enak, Warga Rela Antri…

Sore hari di kelapa Gading memang menyenangkan. Ada berbagai macam street food disana menjajakan makanan kaki lima dengan cita rasa sempurna. Diantara berbagai jajanan tersebut satu yang menarik perhatian.

Sejak tadi rasanya tidak pernah sepi oleh pembeli. Selalu mengalir seperti air. Penjual tersebut seorang ibu-ibu, menjual martabak telor khas kaki lima. Menggunakan dua telor ayam atau bebek.

Ibu tersebut menjualnya dengan harga Rp5 ribu untuk ayam dan Rp7 ribu jika, memilih bebek. Menariknya, bisa pesan ekstra pedas. Nanti akan ditambahkan cabai sesuai pesanan, menu anak-anak juga tersedia.

Sebelum menjual martabak seperti ini beliau menggunakan indomie di berbagai sekolahan. Tetapi, setelah pandemi anak sekolah tidak boleh masuk. Akhirnya, beralih ke martabak. Inilah caranya bertahan dari terjangan Covid.

Pelajaran Hidup dari Ibu Penjual Martabak

Sebelum Pandemi, pedagang tersebut berjualan bersama suaminya. Hanya saja menu yang dijual berbeda. Sang Bapak menjual aneka minuman seperti es kelapa muda sayangnya beliau sedang sakit dan belum jualan lagi.

Kurang lebih sudah satu bulan, walau sudah beralih jualan. Banyak pelanggan tetap mencarinya. Hal ini tidak terlepas dari keramahan dan pelayanannya sangat memuaskan. Tidak heran kalau satu hari mencapai 150.

Walaupun, lelah harus berjalan sendiri. Namun, beliau tetap bersemangat dalam mencari nafkah. Raut wajahnya bergembira saat seorang youtuber memberikan challenge padanya dengan membuat 200 martabak telur ayam.

Ibu tersebut terkejut dan masih belum percaya. Tetapi, pria yang menjanjikan pesanan 200 porsi itu menghitung uang yang harus dibayar. Rasa syukur bahagia terpancar jelas. Menariknya, martabak itu dibagi gratis.

Jadi, setiap ada pembeli tidak disuruh untuk membayar. Bahkan, mereka boleh ambil lebih dari satu. Seketika, banyak pengunjung serta pedagang membelinya. Sungguh, nuansa indah saat seseorang mampu berbagi pada sesama.

Saat dicicipi, ternyata rasa martabak itu tidak mengecewakan. Enak, crispy, asin, gurih, pedas, jadi satu. Selain itu, makan satu porsi saja sudah membuat kenyang. Cita rasanya sebanding dengan harga.

Cerita ini terinspirasi dari sebuah tayangan di channel Hobby makan. Di unggah tanggal 16 Juni 2021 lalu. Sampai sekarang jumlah penontonnya mencapai 1.239.071. Berikut link untuk menonton langsung https://www.youtube.com/watch?v=6FXmvoh8aNI.


Keluarga, Bukan Tempat Pelampiasan Emosi

Ada seorang teman yang curhat begini:

Suatu hari di masa kecil, saya pulang sekolah dengan wajah gembira. Hari ini drama yang saya mainkan, akan tayang di TV. Saya melangkahkan kaki lebar-lebar agar cepat sampai di rumah. Inilah drama pertama yang saya mainkan. Saya memang bukan pemeran utama, tapi ini pengalaman pertama saya muncul di TV setelah bertahun-tahun ikut teater. Saya tak sabar untuk melihat wajah Ibu yang bahagia karena akhirnya saya muncul di TV .

Sesampainya di rumah, saya terkejut. Wajah Ibu begitu masam. Dalam hati, saya bertanya-tanya penyebab wajahnya yang cemberut terus, tapi saya tidak berani bertanya langsung.

Ibu marah-marah karena banyak hal.  Tapi tidak jelas. Ibu hanya ngomel panjang lebar, menggerundel, dan berkeluh kesah. Entah apa yang dikeluhkan.

Saya pun lupa dengan niat memberitahu tayangan drama di TV yang ada sayanya. Suasana di rumah terlalu menyedihkan dan membuat suntuk.

Sorenya, saya baru ingat. Oh! Saya kesal! Saya marah, karena itulah satu-satunya kesempatan saya dan keluarga bisa menonton tayangan itu! Dulu belum ada siaran ulangan dan tidak memungkinkan untuk menonton hasil rekamannya.

Hancur sudah. Impian saya untuk berbangga hati, tidak terlaksana.

Saya sangat menyesali sikap Ibu yang hanya marah-marah tanpa kejelasan, sehingga saya ikut suntuk dan akhirnya ada hal penting yang terlewat.

Demikianlah cerita pengalaman teman saya. Saya miris mendengarnya. Itulah akibatnya jika kita menjadikan keluarga sebagai ajang pelampiasan emosi. Saat pelampiasan emosi meluap, ada banyak hal penting yang ikut terlempar dan hilang. Setelah itu, pasti ada penyesalan.